Jakarta, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menyesalkan sikap terburu-buru yang dilakukan oleh DPR dalam mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), KAMMI menilai masih banyak hal-hal yang perlu diperhatikan dengan cermat oleh para wakil rakyat tersebut utamanya mengenai Pasal 218, 219, 347, 348 240, dan 241 KUHP baru. kata Ketua Umum PP KAMMI Zaky Ahmad Riva
Zaky juga menegaskan bahwa Pasal-pasal tersebut disinyalir akan mempersempit ruang demokrasi kebebasan berpendapat di muka umum, "karena baik Presiden maupun Lembaga Negara bertindak atas nama jabatan, bukan individu. artinya ada kedudukan yang tidak setara antara Presiden serta Lembaga Negara dengan
Warga Negara", apalagi yang akan menafsirkan telah terjadi tindak pidana adalah polisi yang merupakan bawahan jabatan Presiden;
Ketua Bidang Polhukam PP KAMMI Rizki Agus Saputra menuturkan, Hak perlindungan atas kehormatan dan harkat
martabat diatur berdasarkan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 itu melekat pada individu, bukan pada
jabatan. "Salah kaprah jika pasal penghinaan itu dilekatkan pada pengampu kebijakan karena dapat mengakibatkan overkriminalisasi yang berujung pemenjaraan dan
berbuah overcrowded (penuh sesak)". Padahal pidana merupakan ultimum remedium yaitu upaya terakhir penegakan hukum; Tegasnya.
Dengan demikian, KAMMI meminta kepada DPR untuk meninjau kembali dan mencabut pasal karet yang terdapat di KUHP baru. "Demokrasi merupakan pilihan bersama, oleh karenanya, negara harus siap diawasi, dikritik bahkan dijatuhkan legitimasinya karena mereka dipilih langsung oleh rakyat".Tutup Rizki