Jakarta, Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) melaporkan pimpinan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) atas dugaan kebocoran 204 juta data daftar pemilih tetap (DPT). Bendahara Umum PP KAMMI sekaligus Ketua Satgas Jaga Demokrasi Asnawir Nasution menyampaikan kekecewaan terhadap kinerja KPU RI yang lalai dan gagal memitigasi resiko kebocoran data tersebut.
"KPU sebagai pengendali server atau sistem jaringan bertanggungjawab penuh memberikan rasa aman bagi para pemilih, Apalagi sudah ada udang-undang perlindungan data pribadi yang didalamnya berisi segala upaya harus dilakukan untuk melindungi data pribadi individu dalam rangkaian pemrosesan atau pengelolaan data pribadi untuk menjamin hak konstitusional Subjek Data Pribadi". Ucap Asnawir.
Lebih lanjut, Ketua Bidang Politik Hukum dan Keamanan PP KAMMI Rizki Agus Saputra menegaskan, bahwa kecerobohan KPU ini dapat dikatagorikan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) pasalnya data-data yang bocor berisikan NIK, No KK, No Pasport dan identitas diri lainnya, tentu sangat fatal dan berbahaya apabila tidak ditindaklanjuti oleh DKPP.
Rizki menilai "KPU telah melanggar kode etik penyelenggara Pemilu pasal 15 dan 16 mengenai prinsip profesionalitas dan akuntabilitas berdasarkan Peraturan DKPP RI Nomor 2 tahun 2017.
"Sebagai lembaga negara KPU seharusnya memiliki mekanisme atau uji coba sebelum tahapan pemilu ini terlaksana, rusaknya sistem informasi penghitungan suara (situng) pada pemilu 2019 bisa menjadi contoh resiko yang akan terjadi jika masalah ini terus dibiarkan, apalagi banyak dokumen penting yang diunggah melalui aplikasi Sipol KPU". Tutupnya.